Gus Farid

Avatartentang pengharapan dan kegelisahan terhadap "good society" di Indonesia

Teori Atlantis dan Pariwisata Kita

PROLOG: Kondisi pariwisata kita terbukti kalah jauh dibanding beberapa negara tetangga. Negeri yang kayaraya ini ternyata rada merudin juga pada sektor ini. Negeri tetangga, Malaysia, malah dengan 'kreatif' mencuri warisan budaya kita lantaran menetes air-liurnya melihat kekayaan Indonesia. Musik angklung dan rumah gadang berupaya diklaimnya; konon sampai mau dipatenkan segala. Di tengah kondisi demikian, ada peluang baru yang 'ditawarkan' oleh Teori Atlantis. Tulisan ini (sebelumnya dimuat di koran Radar Jogja, 27 Februari 2010) semoga bisa menjadi bahan refleksi untuk tindakan berwawasan jangka panjang depan.



AHLI SEJARAH BUMI dari Brazil, Profesor Arysio Nunes Dos Santos, beberapa tahun lalu menerbitkan teori yang menggegerkan tentang legenda Benua Atlantis. Ia mencari jawab seputar tenggelamnya benua berperadaban maju yang oleh filsuf Plato dinamai dengan nama yang diduga menjadi tempatnya sekarang, yakni di Samudra Atlantik. Tapi kajian gurubesar fisika nuklir dan geologi itu selama 30 tahun terakhir mengoreksi pendapat Plato. Atlantis dibuktikan Santos berada di tempat yang sekarang menjadi wilayah Nusantara! Kini, buku Santos, Atlantis, the Lost Continent Finally Found, baru saja diindonesiakan dan diterbitkan (Jakarta: Ufuk, Januari 2010).


KURANG SIGAP
Tahun 2009 merupakan tahun yang ‘sibuk’ bagi bangsa Indonesia. Perhelatan pemilu menyita energi kita begitu rupa. Sehingga, secara kolektif kita seperti lupa kepada hal-hal lain, termasuk mengembangkan cara mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Jika pada 2008 wisman mencapai 6,4 juta jiwa (perolehan devisa $7,5 juta), maka tahun 2009 pemerintah cuma mematok angka 6,5 juta jiwa saja atau meningkat 1,5 persen saja.

Tantangan yang belum optimal diatasi ditambah aspek keselamatan dan keamanan [termasuk bom di Marriot dan Ritz-Carlton] menempatkan Indonesia pada posisi 119 (dari 133 negara dunia) dalam kajian World Economic Forum (WEC) 2009. Ditengok dari sisi lain yang berkaitan dengan business costs of crime and violence, Indonesia duduk di posisi 47. Anehnya, tahun 2010 Dephubpar justru mencanangkan target kunjungan wisman sebanyak 7 juta orang atau meningkat 7% (Antaranews). Target tersebut cukup ambisius. Padahal, posisi daya saing wisata kita, menurut survei WEC, berada pada urutan 81.

Kini soalnya, bagaimana meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan potensi dan kemampaun yang ada. Senyampang anggaran untuk promosi meningkat signifikan (dari Rp 260 M menjadi sekitar Rp 460 M) tahun depan, kita melihat perlu diasahnya kesigapan profesional yang tampaknya selama ini tumpul.

Tengoklah bagaimana negara tetangga bertindak. Pada 2006 ketika wisman Indonesia turun, Vietnam malah mengalami lonjakan wisman yang luar biasa, sampai 70% dari tahun sebelumnya. Sedangkan Malaysia betul-betul kian meneguhkan dirinya sebagai negara yang layak disegani — lepas dari kontroversi etis di balik klaim batik, angklung, reog dan tari-tarian milik Indonesia itu. Data dari kelembagaan pariwisata dunia yang penting seperti WEC menunjukkan bahwa Malaysia kedatangan hampir 21 juta wisman untuk 2007, sementara Indonesia hanya 5,5 juta. Pendapatan tahunannya berbeda jauh: Malaysia meraup 14 juta dolar, sementara Indonesia hanya di bawah 40 persennya!

Malaysia memang mengemas pelbagai aspek potensi destinasi wisata bagi wisman. Mulai dari birdwatching tour (pengamatan satwa burung liar di habitatnya) sampai wisata laut dengan memanfaatkan pulau asing milik Indonesia yang potensial sebagai satu alternatif (Pulau Jamur di lepas pantai Riau). Bahkan, Malaysia konon memiliki resor-resor tempat prostitusi yang dapat diperoleh dengan relatif mudah oleh wisman!

Masalahnya, mengapa di Indonesia ada hal penting malah luput dari perhatian? Contoh yang dekat adalah kedatangan Julia Roberts untuk shooting film Eat, Pray, Love di Bali, yang tidak dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata Indonesia. Lihatlah, pemerintah (dan stakeholder pariwisata lainnya) sepertinya diam seribu basa atas momentum taktis itu. Padahal sebagai bintang besar peraih Oscar, hal-ihwal kegiatan Julia Roberts di Bali selalu saja menjadi pembicaraan. Situs pribadi Julia dan perusahaan filmnya setiap hari dilongok orang dalam jumlah luar biasa; pers membahasnya, para fans mencermatinya di seluruh dunia.

Lagi-lagi kita memperoleh pembanding dari apa yang dilakukan negara jiran. Dahlan Iskan, tokoh pers nasional yang kini Dirut PLN, sempat menuturkan betapa pihak Malaysia sangat tanggap saat shooting film Entrapment yang dibintangi Sean Connery dan Chaterine Zeta Jones dilakukan di sana. Pemerintah Malaysia malah bersedia membayar agar Menara Petronas yang mirip Candi Prambanan itu dijadikan salah satu latar penting dalam film Hollywood itu.


GOLONGAN DARAH O
Karena itu diperlukan langkah-langkah terobosan yang inovatif untuk meretas kendala yang memprihatinkan itu. Teori Santos tentang Atlantis, yang semula dianggap menggelikan oleh mereka yang skeptis (hlm 574), dapat dimanfaatkan untuk memulai terobosan ini. Santos memetakan 32 keunggulan komparatif bumi Nusantara yang membuktikan di sinilah lokasi Atlantis dahulu kala.

Teori yang dituangkan dalam terjemahan buku setebal 680 halaman itu sekaligus berpeluang untuk mengangkat warisan kultural prasejarah dan kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Ke- 32 ciri mendasar menyangkut eksistensi Atlantis semuanya cocok dengan Nusantara. Bandingkan dengan Peru (hanya cocok 23), Maya-Meksiko (19), Skandinavia/Laut Utara (16)dan Troya/Yunani (6) yang juga dinominasikan sebagai ‘calon’ Atlantis kondisi kini.

Salah satu keunggulan Nusantara adalah adanya “gunung-
[gunung api yang tinggi yang disucikan”. Sehingga ini merupakan entri poin mengangkat, misalnya, wisata pilar-pilar dunia seperti Merapi, Semeru, Gunung Penanggungan atau Gunung Agung, yang dikitari puluhan candi karena dianggap sebagai gunung suci menuju surga. Itu tidak ditemukan di Peru ataupun Troya.

Wisata gunung api dan gempa bumi juga dimungkinkan (seperti yang sudah dilakukan oleh Hawai), lantaran asal-mula tenggelamnya Atlantis dikaitkan dengan aktivitas gunung di tempat Gunung Krakatau kini berada. Masih ada banyak isu bisa diangkat, mulai dari warisan flora kelapa dan nanas, parfum herbal dan rempah-rempah, konstruksi megalitikum, kekayaan sumberdaya logam, sampai golongan darah grup O yang dimiliki ras kita ini.

Tentu kajian tentang itu harus didukung dengan eksplorasi yang komprehensif dan implementatif, yang bisa dimulai dari think-tank dan lembaga penelitian kepariwisataan. Semua ke-32 topik itu bisa dimanfaatkan untuk menggugah kebangkitan pariwisata Indonesia — kalau tidak mau ketinggalan dari negara lain, yang mungkin juga akan melakukan hal yang sama.

Jika Malaysia cerdas memanfaatkan kehadiran bintang lain peraih Oscar Sean Connery, maka kemungkinan besar Malaysia juga akan memanfaatkan Teori Santos bagi kepentingannya. Begitu juga halnya dengan Thailand, yang sama-sama berada di depan Indonesia dalam pembangunan pariwisata. Keduanya juga berhak memanfaatkan Teori Santos ini karena Atlantis dulu kala memang meliputi wilayah yang masih menyatukan daratan Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja.

Walhasil, semua tergantung kepada kita. Apakah semua ini akan disikapi positif ataukah Indonesia akan menonton belaka selagi negara-negara lain memanfaatkan Atlantis untuk industri pariwisata mereka. *