Gus Farid

Avatartentang pengharapan dan kegelisahan terhadap "good society" di Indonesia

Da Vinci dan Angels bagi Vatikan

Diberitakan bahwa film Angels-Demons ditanggapi dingin oleh Vatikan. Beberapa koran menyebut bahwa Vatikan sudah belajar dari film DaVinci Code yang dulu direspon sengit oleh Vatikan, yang malah membuat film itu laku keras.

Bagi saya, itu terjadi bukan karena apa-apa, melainkan karena Gereja tidak terlalu ‘takut’ kepada Angels-Demons.

Sebagaimana diketahui, Dan Brown menulis dua buku tentang sejarah kelam gereja, yang keduanya difilmkan dan sama-sama dibintangi Tom Hanks. Film pertama, DaVinci Code, memancing kontroversi panjang lantaran ceritanya ‘menggoncang iman Kristen’ secara telak. Film kedua, ya Angels-Demons itu, yang beredar mulai 19 Mei lalu.


Pengguncang iman

Angels-Demons itu tidak terlalu menggoyah iman. Berbeda dengan DaVinci Code, yang menjungkirkan pokok-pokok keimanan Kristen, khususnya tentang penuhanan Yesus. Bertolak dari kajian sejarah (yang dianggap spekulatif oleh Gereja, tetapi semakin bisa dibuktikan riil oleh fakta sejarah), digambarkan bahwa Yesus diangkat sebagai tuhan oleh suatu forum politis yang diprakarsai Kaisar Constantine. Dalam forum itu para pemuka aliran-aliran agama Kristen dari kubu bersebrangan, yaitu yang (saya sebut saja) “pro-penuhanan” dan yang “pro-pemanusiaan” Yesus, saling bertemu untuk berembug. Kedua kubu selama puluhan tahun saling bertikai sampai saling menumpahkan darah. Kaisar Constantine berkepentingan untuk mempertemukan mereka demi perhitungan politiknya sendiri.

Yang pro-penuhanan adalah mereka yang tidak setuju jika Yesus hanya dijadikan nabi atau pemimpin agama; yang dengan itu legitimasi dan loyalitas penganutnya diharapkan total, bukan kepada siapa-siapa melainkan kepada pendeta dan pemimpin agama Kristen yang tengah membangun lembaga gereja. Itu berbeda dengan yang pro-pemanusiaan Yesus. Bagi mereka ini, Yesus adalah nabi dan pemimpin spiritual; namun sebagaimana umumnya orang Yahudi seusianya, ia menikah dan berkeluarga. Hal demikian sangat ditentang oleh yang pro-penuhanan Yesus. Sebab, yang disebut Tuhan haruslah lepas dari hal-hal ‘manusiawi’ seperti itu.

Pertikaian di antara mereka begitu sengitnya. Nah, dalam forum yang disebut Konsili Nicea itulah penuhanan Yesus memperoleh kemenangan setelah melalui semacam voting. Sebaliknya, pihak pro-pemanusiaan Yesus, meskipun kalah dalam forum, mereka kemudian menyisihkan diri seraya membawa dan mengamankan anak-keturunan Yesus, yang diburu-buru oleh pemenang voting, bahkan sampai kini. Sepanjang zaman mereka diburu-buru. Alasannya, dapat dimaklumi, merupakan persoalan hidup mati: eksistensi mereka merupakan ancaman bagi eksistensi lembaga gereja seperti yang kita temui sekarang.

DaVinci Code memang mengguncang iman Kristen dan kekuasaan gereja. Secara luas film itu menerbitkan gelombang penggerusan iman, yang dampaknya diperhitungkan bakal mengganggu kemapanan gereja. Gereja, yang mengukuhkan kekuasaan lewat doktrin tak-boleh-dibantah pasca Konsili Nicea itu, berusaha mencegat DaVinci Code dengan pelbagai cara.

Protes-protes diajukan; upaya merintangi pembuatan film dilakukan. Sampai-sampai penerjemahan teks dalam bahasa-bahasa setempat pun dihalang-halangi. Di Indonesia, misalnya, bagian yang memuat sejarah kelam gereja itu dilarang diterjemahkan. Sehingga film DaVinci Code yang beredar di sini selama 11-an menit tanpa terjemahan.


“Menyerang Wei demi menyelamatkan Zhao”

Namun semua itu tidak menghalang-halangi kesuksesan DaVinci Code. Hampir di semua gedung bioskop ia menjadi box-office. Itu berlangsung berbulan-bulan; dan masih akan terus bergulir demikian manakala film itu diedarkan ke seluruh dunia. Dampak di masyarakat pun luar biasa: orang semakin banyak yang melek terhadap sejarah kelam gereja: sejarah penyia-nyiaan keturunan Yesus; sejarah absurd yang luar-biasa. Ya, begitu absurdnya sampai-sampai semua bukti tertulis tentang itu diamankan gereja begitu rupa, kalau tidak dimusnahkan. Maksudnya jelas: supaya pelanggengan kekuasaan Gereja bisa dipertahankan. Gara-gara DaVinci Code orang Kristen jadi bimbang, bahkan menjadi murtad; setidaknya menjadi curiga kepada doktrin-doktrin Gereja.

Nah, pihak gereja yang amat kuatir tidak bisa membiarkan gelombang penggerusan iman itu berlangsung terus mengikuti pola multiplier effects. Mereka kemudian menemukan cara yang ampuh untuk menggeser isue itu. Kiatnya sungguh cerdik dan licin. Yakni: dilemparkannya isue pengalihan, yang akan membuat perhatian tidak lagi fokus ke persoalan iman kristiani itu melainkan ke hal lain. Bahkan ini bisa menjadi pukulan balik, ibaratnya “kalau gue jatuh, ente pun musti ikut”.

Bagaimana wujud konkretnya? Pihak gereja (yang diampu sendiri oleh Paus), melemparkan isue yang menghina umat Islam ke tengah masyarakat (saat ia melawat ke Jerman); dengan perhitungan hal itu pasti akan ditanggapi serius oleh umat Islam di mana pun berada.

Kejadiannya dimulai dari sebuah pidato di Universitas Regensburg, Bavarian Jerman, pada 12 September 2006, Paus Benediktus XVI mengutip kaisar kristen kerajaan Byzantium dari abad ke-14, Manuel II Paleologos. Dalam sumber yang diacu oleh Paus, Manuel II berdebat dengan cendikiawan Persia. “Nabi Muhammad telah merampas tanpa kemanusiaan. Seperti perintahnya menyebarkan agama yang ia serukan dengan pedang, ” demikian pernyataan Manuel II Paleologos, sebagaimana dikutip Paus. Tak cukup itu, Paus juga mengatakan, bahwa jihad atau perang suci tidak selaras dengan tabiat ketuhanan dan tabiat jiwa manusia. Karenanya, ia menilai saat ini sangat penting digelar dialog antara dua dunia besar, dunia Kristen dan dunia Islam.

Benar saja, reaksi kaum muslimin akan ditentukan oleh kualitas isue yang dihembuskan. Karena isue yang dilontarkan bernada menghina Nabi Muhammad, maka pastilah reaksi orang Islam (yang sangat menghormati nabinya) akan sangat sengit pula.

Nah, jadilah itu isue pengganti yang berlangsung dalam skala internasional. Negara-negara Islam menjadi geram; di mana-mana orang Islam menuntut agar Paus mencabut ucapannya. Vatikan sudah tentu tidak langsung manut. Dibiarkannya kontroversi itu berlangsung beberapa lama, kian sengit kian baik; dan hasilnya pun menindih isue DaVinci Code. Dunia pun lupa membincangkan nestapa sejarah Yesus. Setidaknya orang tidak lagi membahasnya secara yang dramatis.

Dalam strategi perang Cina Kuna, kiat Paus semacam itu dikenal dengan “Wei wei jia zhao” atau “Menyerang kerajaan Wei untuk menyelamatkan kerajaan Zhao”. Dengan “menyerang kerajaan Wei” (menghina Nabi Muhammad), Paus berusaha “menyelamatkan kerajaan Zhao” (mencegah penggerusan iman secara kolektif). Meskipun DaVinci Code mulai beredar bulan Mei, dan goro-goro yang dibuat Paus berlangsung pertengahan September, saya tidak bisa berhenti berpikir bahwa hal tersebut bukan kebetulan. Soalnya, kerusakan akibat DaVinci Code masih terus berlanjut. Lagi pula, di belahan bumi lain DaVinci Code masih akan terus diputar (dan tetap menjadi upaya dekatolikisasi) entah sampai kapan.

Demikian kasus DaVinci Code dulu.

Adakah kini, setelah Angels-Demons beredar, Gereja juga akan melakukan upaya pengalihan perhatian serupa itu? Saya pikir kini gereja tidak akan melakukan hal serupa. Sebab, Angels- Demons tidak terlalu mengguncang iman seperti halnya DaVinci Code. Namun, kalau kelak ternyata Angels-Demons mengulangi dampak DaVinci Code, ada kemungkinan Gereja akan berbuat yang sama.

Kita lihat saja nanti. Wallahu alam.

0 komentar:

Posting Komentar