Gus Farid

Avatartentang pengharapan dan kegelisahan terhadap "good society" di Indonesia

Tarik Ulur Kepentingan dalam Masalah Perumahan

Persoalan pemukiman di Yogyakarta semakin hari sudah semakin kompleks, sejalan dengan pertumbuhan kota dan kebutuhan warga akan pemukiman yang layak. Tarik menarik antara tuntutan kebutuhan, keterbatasan atau ketersediaan lahan serta sarana-prasarana pendukung, berhadapan dengan regulasi tentang RTRW (rencana tata ruang dan wilayah), memunculkan permasalahan yang seringkali bersifat konfliktual.

Sebagai lembaga yang diamanati untuk mendorong terwujudnya tata kelola usaha yang beretika dan berkelanjutan, LOS berada di tengah-tengah relasi dan kepentingan para pihak tadi, dalam posisi sebagai katalisator proses yang produktif menuju penguatan etis. Sampai kini permasalahan perumahan termasuk bidang yang cukup banyak diadukan ke LOS ―sampai proporsi 20% dari keseluruhan kasus― dengan variasi permasalahan berupa perijinan/ legalitas lahan, kiat penjualan yang patut diduga memperdayai konsumen, persoalan bestek dan layanan purna jual. Proporsi sedemikian itu juga mengindikasikan magnitude permasalahan di masyarakat juga sebanding, atau malah lebih besar, ditilik dari kualitas dan kuantitasnya.

LOS berupaya melakukan pendekatan terhadap kasus aduan dari dua tataran, yakni penyelesaian masalah secara langsung pada tingkat pelapor-terlapor dan tataran pengkondisian kebijakan makro atau sub–makro yang pro-etis. Pendekatan demikian diharapkan memiliki dampak taktis dalam jangka panjang, karena ibaratnya LOS tidak hanya menengok ke pancuran di hilirnya, namun juga memperhatikan sumber air di hulu.

Maka terhadap setiap kasus akan selalu didalami dari kedua tataran itu, sehingga permasalahan perumahan pun juga diperiksa sampai ke permasalahn suprastruktur aturan hukum yang berlaku. Dari uraian itu kita sampai ke pertanyaan-pertanyaan permukiman/perumahan yang terentang dari hilir ke hulu sebagai berikut:

(1) Mengapa terjadi wanprestasi dalam hubungan antara pengembang dan konsumen?

(2) Mengapa terjadi penyimpangan bestek, apakah karena kesalahan etimasi dan teknis, ataukah karena perubahan situasi dan kondisi ekonomi yang yang demikian drastis, sehingga para pihak menyesuaikan diri secara negatif? Ataukah para pihak kurang memahami hak-kewajiban masing-masing?

(3) Bagaimana peran pemerintah sebagai regulator? Sudahkah bertindak melindungi kepentingan para pihak secara sistemik? Dalam hal apa saja tindakan pemerintah diperlukan untuk membangun tata kelola yang etis dan berkeadilan?

(4) Adakah masukan dan kritik bagi pemerintah, pengembang, asosiasi pengembang (mis REI), lembaga konsumen dan konsemen sendiri -- kesemuanya bukan hanya untuk penyediaan pemukiman yang etis dan berkeadilan, namun juga yang bermakna bagi penguatan modal sosial. Adakah yang demikian? ****


0 komentar:

Posting Komentar